Berkunjung Ke Musium

Anggota Lisember Belajar di Musium Sulawesi Tengah

Anggota Lisember

Beberapa dari sekian anggota Lisember

Anggota Lisember

Beberapa Anggota Lisember lainnya

Penari

Beberapa Penari Lisember

Foto bersama

Anggota Lisember foto bersama Tokoh Masyarakat kulurahan Lasoani serta beberapa Sanggar Seni Kota palu

Selamat Datang Di Libu Seni Mebere Blog

Libu Seni Mebere Adalah Salah satu Organisasi pemuda yang bergerak dibidang Pelestarian Budaya dan Tradisi Luhur, Serta mengangkat Nilai - Nilai Luhur To Ri Kaili.

Misi

Melestarikan Budaya, Tradisi, Serta mengangkat Nilai - Nilai Luhur To Ri Kaili.

Jumat, 16 Maret 2012

"Benteng Budaya" di Uwe Mebere

Sumber mata air oleh masyarakat Lasoani disebut sebagai Uwe Mebere, berada di sebelah timur jantung Kota Palu ini merupakan keunikan alam dan budaya yang mulai langka. Mata air jernih yang keluar dari akar-akar pepohonan besar yang terawat menjadi  nafas kehidupan bagi masyarakat di kaki gunung Masomba, selain memanfaatkan sumber air ini untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Uwe Mebere menjadi ruang perekat interaksi sosial ko-munitas setempat sejak dahulu. Bahkan oleh para pemuda di sana menjadi, “Benteng Budaya Lokal” dalam menghadapi serbuan budaya asing.
Suasana malam itu Sabtu, (21/11) di Uwe Mabere agak berbeda dari  malam-malam sebelumnya,  jejeran obor dari bambu berbahan bakar minyak tanah menghiasi  jalan masuk ke lokasi itu. Beberapa lampu sorot yang digantung di pepohonan mem-buat suasana malam menjadi terang benderang. Sementara di tepi aliran air terlihat beberapa tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah duduk di panggung sederhana, di bagian lain tampak orang-orang dengan rapi dan antusias duduk di atas tikar yang digelar melingkari sumber mata air itu. Di bagian sebelah timur yang agak tinggi terlihat panggung utama yang didekorasi sederhana dan sangat alami mengikuti suasana setempat.

Adalah kelompok pemuda yang tergabung dalam Libu Seni Mebere (Lisember), sebuah wadah yang terbangun dari kepedulian dan keinginan kuat untuk menjaga seni budaya lokal warisan leluhur. Wadah ini berinisiatif menjadikan Uwe Mabere sebagai ruang interaksi dan komunikasi untuk  penggalian dan pengembangan budaya lokal, dan malam itu menjadi, “Konser Budaya Kaili”, yang di gelar dalam rangka peringatan satu tahun komunitas seni ini.

Mantra,  Kordinator Kegiatan yang bertemakan, “Budayakan Hati Cintai Negeri”, ini menyatakan bila pementasan seni budaya sebagai wujud kepedulian pemuda dalam menjaga seni budaya leluhur. Selain itu dimaksudkan untuk memperkuat tali persaudaraan masyarakat Kaili. Tekad ini benar-benar tercapai melihat peserta maupun penonton yang memadati lokasi ini berasal dari berbagai wilayah di Kota Palu.

“Kegiatan ini selain untuk  tetap melestarikan seni budaya yang telah diwariskan leluhur juga untuk menja-ga semangat persaudaraan masyarakat di kota Palu,” ujarnya.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Palu,Sudaryano Lamangkona yang  hadir pada malam itu turut memberikan apresiasi kepada komunitas seni Lisember. “Saya memberikan apresiasi kepada panitia kegiatan  ini. Event ini benar-benar menunjukan kekayaan budaya orang kaili, kita patut berbangga dengan hal ini, kedepan saya berharap kegiatan ini bisa menjadi major event untuk seni budaya di Palu,” ungkapnya saat memberikan sambutan.

Dalam pementasan yang dilangsungkan selama dua hari itu, sejumlah komunitas seni budaya tradisi di Kota Palu mementaskan berbagai pertunjukan yang menarik, seperti tarian yang terinspirasi dari ritual balia, musik etnik, lagu daerah  serta puisi. Kemeriahan pagelaran pada malam itu adalah bukti kesuksesan panitia,  tepuk tangan dan sambutan hangat penonton tidak henti-hentinya menyeruak hingga akhir acara.

Pementasan yang digelar secara swadaya oleh para pemuda yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat Lasoani ini  adalah salah satu bukti kesungguhan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Kaili sekaligus merajut tali persaudaraan menjadi lebih erat.

Keindahan dan keluhuran  budaya Kaili didengungkan dari sebuah “Benteng Budaya”, To Tara yang menggaung hingga merasuk ke wilayah-wilayah lembah Palu. Sebuah tekad dan apresiasi untuk memelihara kearifan budaya masyarakat Kaili. edy 

Sumber : Majalah ESILO

Senin, 12 Maret 2012

Sifat Gotong Royong Dalam Masyarakat Suku Kaili

Salah Satu Bentuk Gotong Royong,
dalam memelihara kebersihan lingkungan
Dalam masyarakat suku kaili di temukan adanya sifat gotong royong yang telah membudaya sejak dahulu. semua pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dilakukan bersama-sama atas dasar hubungan kekerabatan atau sesama warga desa. hal ini kelihatan pada upacara-upacara perkawinan, kematian, pesta adat, dalam pengolahan pertanian, peternakan, perburuan dan sebagainya. Sistem gotong royong tersebut dikenal dengan istilah Nolunu atau Sintuvu yang berarti kebersamaan atau kebersatuan.
Pada masa dahulu Nolunu ini meliputi apa yang di sebut :
  • No Evu berarti bersama-sama mengembala ternak.
  • No Sidondo berarti bekerja gotong royong dalam bidang pertanian dari jam 06.00 pagi sampai jam 11.00 siang tanpa diberi makan.
  • No Siala pale berarti bekerja gotong royong sehari penuh disawah dengan disediakan makanan.
  • No Kayu Noteba berarti bergotong royong di bidang pertukangan kayu untuk membangun rumah.
  • No Buso berarti bergotong royong di bidang pembuatan alat-alat besi ringan seperti ; pisau, kapak, parang dan lain-lain.
  • No Asu berarti bergotong royong dalam berburu menunggangi kuda dan bersenjata tombak berkait serta anjing sebagai teman dalam berburu.
  • No Nunu berarti bergotong royong dalam membuat pakaian dari kulit kayu.
  • No Vunja berarti bergotong royong dalam pelaksanaan pesta vunja (sukuran atas hasil panen). pada pesta vunja di adakan tarian besama mengelilingi tiang vunja yang di sebut morego.
No Nunu
No Buso
Dari sekian kegiatan di atas tadi pada saat sekarang tinggal beberapa diantaranya yang masih dilaksanakan, yaitu yang menyangkut kegiatan pertanian yang disebut No Siala Pale dan No Sidondo

Masyrakat kaili cukup memiliki kegairahan kerja dalam kehidupan di lingkungannya baik untuk kepentingan keluarganya, maupun untuk kepentingan bersama. aktifitas kerja yang menyangkut sarana dan prasarana desa senantiasa ada dan frekuensinya cukup tinggi. seperti kerja gotong royong membuat jalan desa, memperbaiki dan membersihkan saluran air, membangun  dan memelihara tempat ibadah, membangaun rumah, dan lain-lain.



Sumber : Buku Sistem Ekonomi Tradisional Sulawesi Tengah 1986/1987 

Kebudayaan Sebagai Kajian Antropologi Bagian I

Menurut etimologinya, istilah “Kebudayaan” berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu “buddhayah”, bentuk jamak dari kata : buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian “Kebudayaan” dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan akal.

Selain itu ada juga yang menguraikan kata “budaya” sebagi suatu perkembangan dari kata majemuk : budi daya yang berarti daya dan budi. Karena itu orang membedakan : budaya dengan kebudayaan. Kata budaya diartikan sebagai daya dari budi yang berasal dari : cipta, rasa, karsa. Dalam ilmu antropologi istilah budaya dan kebudayaan tidak dibedakan. Kata “Budaya” di sini merupakan suatu kata yang membentuk “Kebudayaan”. Jadi kata “Budaya” dipakai sebagai suatu singkatan dari kebudayaan dengan pengertian yang sama.

Adapun kata asingnya (Inggris) disebut ”Culture”, yang berasal dari bahasa latin  “Colore” yang berarti memelihara, mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah. Dari pengertian ini “Culture” berkembang sebagai segala upaya dan tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merombak alam. 

Jika diuraikan secara luas, maka kebudayaan (Culture) adalah suatu yang tercipta dari tripotensi rohaniah manusia (cipta, rasa, dan karsa) yang merupakan rangkaian yang tak terpisahkan antara satu dengan yang lain.

  • Cipta merupakan potensi rohaniah yang terjelma melalui akal pikiran sehingga menghasilokan karya ilmiah yang disebut ilmu pengetahuan (logika). Cipta merupakan temuan pribadi bagi setiap individu yang berbeda antara satu dengan yang lain, yang dapatmenghasilkan karya-karya ilmiah yang mengagumkan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia. Akan tetapi jika tidak dilandasi oloeh unsur rasa dan karsa, mak bisa mencelakakn manusia itu sendiri. 
  • Rasa, merupakan potensi rohaniah manusia yang terjelma melalui struktur fisiknya sehingga melahirkanh karya keindahan (estetika).
  • Karsa, merupakan potensi ruhaniah yang yangterjelma melalui tingkah lakunya yang melahirkan perbuatan sopan santun dan norma kesusilaan (etika). 

Tidak sedikit orang yang terjerumus ke lembah kesesatan karena hanya mengagumkan daya pikirnya atau ilmu pengetahuannya, tanpa mengfungsikan daya cipta, karya dan rasanya, tidak mempunyai etika, bahkan tidak mempunyai iman yang mengendaloikan ilmu pengetahuannya.

Demikian rumit dan luasnya pengertian yang dikanung dalam kebudayaan itu sehingga sering kali orang mengacaukan pengertiannya. Istilah “kebudayaan” bisa disamakan kedudukannya dengan kesenian, adat istiadat dan sebagainya,  sementara kesenian, adat istiadat hanyalah salah satu unsur dari sekian banyak unsur kebudayaan. Begitupun peradaban dan kebudayaan, sering juga disamakan pengertiannya oleh banyak orang yang hanya mengenal kebudayaan secara luas. 

Istilah “peradaban” yang dalam bahasa inggris disebut civilization, biasanya dipakai untuk menyebut bagian – bagian, unsur – unsur dari kebudayaan yang luas, yang telah maju, yang indah seperti ; kesenian, ilmu pengetahuan, adat istiadat, sopan santun, pergaulan dan sebagainya. Jadi istilah “peradaban” sesungguhnya bagian dari kebudayaan karena kebudayaan lebih buah jangkauannya.

Menurut pengertiannya, istilah “peradaban” berasal dari bahasa Arab yaitu “adab” yang berarti lambang – lambang komunikasi antar sesama manusia dalam bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Kata “adab” dalam pengertian bahasa indonesia adalah menunjuk tingkat tertentu terhadap cara – cara sekelompok manusia bertingkahlaku yang diinginkan oleh sistem nilai sosial tertentu. Barang siapa yang bertingkahlaku tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, maka ia akan disebut orang tidak beradab. 

Dengan demikian aspek belajar amat penting artinya dalam pembentukan manusia. Kebudayaan sebagai hasil belajar manusia mencakup hal yang sangat luas. Karena luasnya pengertian kebudayaan yang harus dicapai, maka berbagai ahli mendefinisikan “kebudayaan” yang berbeda – beda, baik yang di ungkapkan oleh ahli – ahli dalam bidang antropologi, maupun ahli – ahli dalam disiplin ilmu lain.

Dua orang ahli antropologi Amerika, A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn pernah mengumpulkan 160 definisi “kebudayaan” yang berbeda – beda perumusan. Dari 160 definisi kebudayaan  itu di klarifikasikan ke dalam beberapa tipe pada penulisannya yang berjudul “Culture a critical review of concepts and definition”.
Meski banyak definisi “kebudayaan” yang berbeda – beda yang telah diungkapkan oleh para ahli, namun mereka sepakat mempunyai pandangan yang sama bahwa kebudayaan adalah hasil yang dipelajari berdasarkan budi daya manusia.

Sabtu, 03 Maret 2012

Rumah Tradisional Kaili

Dahulu Rumah-rumah di daerah suku kaili di golongkan menurut lapisan status sosial penghuninya. Ada 3 macam rumah tinggal :
  1. Banua Mbaso (Souraja), yakni rumah panggung besar tempat kediaman raja dengan keluarganya, jadi dapat disamakan dengan Istana.
    bangunan ini bertiang tinggi, berlantai papan, berdinding papan, atap rumbia, dengan ukuran luas 31,46 x 11,31 meter.
    Ruangnya terdiri dari beberapa kamar dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang (Lonta Karavana) berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Ruang tengah (Lonta Tatangana) terdiri dari ruang pertemua raja, Ruang tidur raja, Ruang tidur keluarga raja. Ruang belakang (Lonta Rarana) berfungsi sebagai tempat menerima tamu perempuan, tempat makan, kamar tidur pembantu. Selain itu ada lagi ruang bangunan tambahan di bagian belakang berfungsi sebagai dapur yang dihubungkan dengan bangunan induk oleh sebuah jembatan (Jambata).
  2. Banua Kataba, Yaitu rumah panggung yang agak kecil biasanya berukuran 17 x 8 meter. Rumah ini beratap rumbia, lantai dan dindingnya papan. Banua Katab Biasanya didiami oleh Keluarga Bangsawan.
  3. Tinja Kanjai, Rumah panggung yang lebih kecil lagi biasanya berukuran 5 x 4 meter. Tingginya kurang lebih 75 - 100 cm dari tanah. Rumah ini berlantai bambu, dinding gaba-gaba, atap daun rumbia atau ijuk dan semua bagian - bagiannya dihubungkan dengan pengikat rotan. rumah ini didiami oleh golongan rakyat biasa. pembagian ruangan biasanya terdiri dari 3 bagian : ruang depan merupakan tempat menerima tamu/tempat tidur tamu. ruangan tengah sebagai tempat tidur keluarga. Ruang belakang sebagai kamar makan dan dapur.
Rumah - rumah rakyat terdahulu terdiri dari 3 tingkat. Tingkat atas dekat disebut loteng (Pomoaka) dipakai untuk menyimpan bahan makanan dan benda - benda pusaka dari pemilik rumah. Tingkat tengah (Rara Banua) Sebagai tempat menerima tamu, makan, tidur dan tempat perabotan - perabotan rumah tangga. Tingkat kolong rumah (Kapeo), Berfungsi sebagai tempat menyimpan alat - alat pertanian dan ternak.

Selain itu ada lagi bangunan - bangunan tradisional yang disebut :
  1. Baruga, rumah panggung persegi panjang yang berfungsi sebagai balai pertemuan, tempat musyawarah, tempat bermalam tamu yang agak banyak, dan tempat pesta adat. bangunan ini biasa terletah di dekat istana raja (Banua Mbaso) dan hanya terdapat di ibukota kerajaan.
  2. Bantaya, yaitu ramah adat untuk upacara - upacara adat kampung, tempat menyimpan benda - benda suci di kampung dan tempat pertemuan warga kampung. Biasanya Bantaya ini dibuat secara darurat tidak berkamar - kamar.
    Gambar Bantaya
  3. Gampiri atau lumbung adalah bangunan kecil yang biasanya di samping rumah atau di dekat sawah. Gunanya untuk menyimpan padi atau jagung hasil panen.
Gambar Gampiri


Sumber : Buku Sistem tradisional Daerah Sulawesi Tengah.

Jumat, 02 Maret 2012

Lagu dan Lirik Topo Tara (Kaili Etnis Tara)


Kita danosampesuvu dako Ri Lore
Nasompo Ri Lemba
Kita dano salara dako nggaulu
Kana ratora
Jagai jala nggatuvu povia belo pakaroso ada

hee.... Topo tara
hee.... Topo tara
Dako ri lore nasompo ri lemba
Dako ringgauluna kita nosalara
Dako ri lore nasompo ri lemba
Dako ringgauluna kita nosalara
hee.... Topo tara
hee.... Topo tara


Kupopatora..ka kita loko natuvu nte ada
Nemo kita mosisala ala matuvu kana masana
hee.... Topo tara
hee.... Topo tara


Dako ri lore nasompo ri lemba
Dako ringgauluna kita nosalara
Dako ri lore nasompo ri lemba
Dako ringgauluna kita nosalara
hee.... Topo tara
hee.... Topo tara
hee.... Topo tara
hee.... Topo tara


Ciptaan : Lisember

klik Ini untuk mendownload

Kamis, 01 Maret 2012

Puisi : Memutar Kembali Waktu

Memutar kembali waktu...
mengenang yang paling jauh
masa lalu untuk masa kini
masa lalu untuk masa yang akan datang

16 oktober 2008
mengayungkan langkah di jalan setapak
menapaki jejak jejak tak berbekas
besar ini besar harap
dapat menyibak tirai makna
melukiskan kisah menyatakan cerita


jejak budaya belum lagi terlihat
masih sebuah cerita yang terbata bata
masih penggalan kisah gagah gagahan
masih keping keping berserakan tanpa rupa

meski dekat... masih terasa jauh
karna zaman lupakan leluhur
masih tak terlihat... masih sebatas janji
karna hati tak lagi menjadi raja
hanya percaya yang nyata tak percaya yang tak nyata
duniawi tak lagi mengingat mati.

Apa alasan menampik
sementara makna tak terjangkau akal insani
apa alasan memusnakan tradisi
sementara tafsiran pikiran tak sampai pada arti.

Tabe tama bunto
mabunto tana bolangi tara kami mabunto
mata nogea rente lara mpangale
to lino nalingamo ada ni sapuakamo
nitajika bulo nantima bunto
nidunggasaka palaka nipeoko silaka
ni paka koso langga jamo poima

lino nolanto... todea nangojo peoko
pekirisi nakuya kaili bo i vei...
nemo aga bilisi nte posiri nipakaisi
tana ntovea nakuya noridi notumangi
tora ti noto... tora ri pantora
bara aga saba ana makumpu namo nosintunggai... tamo nosiponondo
kedo lara nu manusia bambasilosi koronamboto....

pekik tradisi mengetarkan bumi
tarian leluhur, tarian kehidupan, tarian alam semesta
insan – insan budaya diam dalam getar semangat haru tanpa suara
mata hati mencari terang dala belantara duniawi
zaman mengulas nilai peradaban
orang – orang beradat tak lagi beradat
kebenaran dan kearifan terinjak nafsu serakah dan kekerasan hati
tak lagi beralas kasih dan kedamaian
hanya ambisi untuk puja dan puji

dari nabi adam di turunkan
sejuta makna tersurat dan tersirat
simbol simbol keseimbangan yang damai
hingga nabi muhammad penyempuran cahaya ilahi
biaskan warna – warni pelangi penuh arti
harmoni pencipta dan dicipta

EEE... todea ri lino...
naratamo dako rivavo mpoiri
nanjili ritana ntovea
naratamo palindo nulara
mopesindo lino ala kana molino

lama tak bersua
rindu bagai dendam berdarah
walau hanya rasa dalam semangat hati
tampi ri langi majadi sabi
duh tuan pengemban amanah bumi
lihatlah selalu langkah kami
langkah yang tertatih kadang perih...
meski belum mengerti arti diri yang sejati
tapi kami tak ingin dibutakan hati
kami hanya insan yang coba memahami langkah pendiri negeri
dan..., memang...!
kami bukan siapa – siapa
bukan turunan para raja
bukan bangsawan yang berpangkat dan bersinggasana megah
kami hanya anak negeri yang ingin berbakti pada pertiwi

seiring doa pada ilahi... luluh hati kami...
disemilir hembusan angin
pada pijar sinar mentari pagi
pada bumi tempat kami berpijak
pada air sungai gemerincing bernyanyi
semoga jadi sahabat bumi yang sejati
benteng – benteng kokoh tanah kaili
pengemban amanah kesatria langit
tampilangi dimasa kini


Ciptaan : Dedi K Rabel