Sumber mata air oleh masyarakat Lasoani disebut sebagai Uwe Mebere,
berada di sebelah timur jantung Kota Palu ini merupakan keunikan alam
dan budaya yang mulai langka. Mata air jernih yang keluar dari akar-akar
pepohonan besar yang terawat menjadi nafas kehidupan bagi masyarakat
di kaki gunung Masomba, selain memanfaatkan sumber air ini untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Uwe Mebere menjadi ruang perekat interaksi
sosial ko-munitas setempat sejak dahulu. Bahkan oleh para pemuda di sana
menjadi, “Benteng Budaya Lokal” dalam menghadapi serbuan budaya asing.
Suasana malam itu Sabtu, (21/11) di Uwe Mabere agak berbeda dari
malam-malam sebelumnya, jejeran obor dari bambu berbahan bakar minyak
tanah menghiasi jalan masuk ke lokasi itu. Beberapa lampu sorot yang
digantung di pepohonan mem-buat suasana malam menjadi terang benderang.
Sementara di tepi aliran air terlihat beberapa tokoh masyarakat dan
pejabat pemerintah duduk di panggung sederhana, di bagian lain tampak
orang-orang dengan rapi dan antusias duduk di atas tikar yang digelar
melingkari sumber mata air itu. Di bagian sebelah timur yang agak tinggi
terlihat panggung utama yang didekorasi sederhana dan sangat alami
mengikuti suasana setempat.Adalah kelompok pemuda yang tergabung dalam Libu Seni Mebere (Lisember), sebuah wadah yang terbangun dari kepedulian dan keinginan kuat untuk menjaga seni budaya lokal warisan leluhur. Wadah ini berinisiatif menjadikan Uwe Mabere sebagai ruang interaksi dan komunikasi untuk penggalian dan pengembangan budaya lokal, dan malam itu menjadi, “Konser Budaya Kaili”, yang di gelar dalam rangka peringatan satu tahun komunitas seni ini.
Mantra, Kordinator Kegiatan yang bertemakan, “Budayakan Hati Cintai Negeri”, ini menyatakan bila pementasan seni budaya sebagai wujud kepedulian pemuda dalam menjaga seni budaya leluhur. Selain itu dimaksudkan untuk memperkuat tali persaudaraan masyarakat Kaili. Tekad ini benar-benar tercapai melihat peserta maupun penonton yang memadati lokasi ini berasal dari berbagai wilayah di Kota Palu.
“Kegiatan ini selain untuk tetap melestarikan seni budaya yang telah diwariskan leluhur juga untuk menja-ga semangat persaudaraan masyarakat di kota Palu,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Palu,Sudaryano Lamangkona yang hadir pada malam itu turut memberikan apresiasi kepada komunitas seni Lisember. “Saya memberikan apresiasi kepada panitia kegiatan ini. Event ini benar-benar menunjukan kekayaan budaya orang kaili, kita patut berbangga dengan hal ini, kedepan saya berharap kegiatan ini bisa menjadi major event untuk seni budaya di Palu,” ungkapnya saat memberikan sambutan.
Dalam pementasan yang dilangsungkan selama dua hari itu, sejumlah komunitas seni budaya tradisi di Kota Palu mementaskan berbagai pertunjukan yang menarik, seperti tarian yang terinspirasi dari ritual balia, musik etnik, lagu daerah serta puisi. Kemeriahan pagelaran pada malam itu adalah bukti kesuksesan panitia, tepuk tangan dan sambutan hangat penonton tidak henti-hentinya menyeruak hingga akhir acara.
Pementasan yang digelar secara swadaya oleh para pemuda yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat Lasoani ini adalah salah satu bukti kesungguhan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Kaili sekaligus merajut tali persaudaraan menjadi lebih erat.
Keindahan dan keluhuran budaya Kaili didengungkan dari sebuah “Benteng Budaya”, To Tara yang menggaung hingga merasuk ke wilayah-wilayah lembah Palu. Sebuah tekad dan apresiasi untuk memelihara kearifan budaya masyarakat Kaili. edy
Sumber : Majalah ESILO